Jumat, 16 Januari 2009

MAHALNYA ONGKOS POLITIK

Sabtu,17 Januari 2009 pukul 06.54wib

Beberapa hari ini saya masih terus memantau iklan politik yang bertebaran terpampang di kota Bandung,yang semakin hari semakin marak bermunculan mendekati 9 April saat pelaksanaan Pemilihan Legislatif. Terbersit di benak saya kira-kira berapa besar ongkos politik untuk dapat duduk di kursi anggota dewan yang terhormat? 50 juta....100 juta.....500 juta atau mungkin milyaran rupiah ?? Kalau saja saya itung-itungan harga spanduk ukuran standar 150 ribu rupiah per spanduk,jika minimal 1 caleg memesan 50 spanduk saja sudah menghabiskan 7 setengah juta rupiah,belum lagi membuat stiker,poster,bendera maupun baligo. Untuk memesan satu baligo ukuran standar pun minimal sudah sekitar 500 ribu rupiah belum termasuk lambang parpol. Benarkah Politik itu mahal?? Jawabnya belum tentu,tergantung dari mana memandangnya. Mahal apabila dilihat dari besarnya ongkos politik yang di kuantifikasi dalam nilai uang. Praktik politik di Indonesia mahal karena ongkos politiknya tinggi justru karena komponen tidak resminya yang membengkak,diantaranya ongkos pendekatan atau negosiasi serta lain lainnya. Rahadi Zakaria misalnya,caleg DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Barat,kepada RRI sedikit diplomatis menjawab bahwa dirinya tidak seperti politikus lainnya yang membutuhkan modal besar sampai milyaran rupiah. Dirinya mengaku hanya membutuhkan sekitar 500 an juta rupiah. Rahadi bermodalkan hanya sekitar 500 juta rupiah karena banyak yang men sponsorinya baik dari Parpol maupun kader-kader Parpol. Ketika saya berbincang bincang santai dengan Prof Asep Warlan Yusuf Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung,beliau mengawali menjawab pertanyaan saya dengan tertawa renyah.......ketika disinggung seberapa besar idealnya modal atau ongkos politik untuk menjadi wakil rakyat? Mahal murahnya ongkos politik kata Prof Asep tergantung caleg itu berkampanye. Jika dengan memasang iklan yang begitu luar biasa banyaknya di berbagai media,maka dipastikan mereka mengeluarkan ongkos politik cukup besar bisa sampai Milyaran rupiah.....belum lagi dia harus berhubungan dengan konstituennya,paling tidak harus menyediakan forum-forum minimal biaya untuk konsumsi,transport lah....pasti keluar dari kocek sang caleg tersebut. Kecuali caleg yang tidak besar modalnya bisa murah modal politiknya.Jumlah tersebut menurut Prof Asep diluar biaya untuk ber nego ke Parpol,jumlah itu hanya untuk promosi dan kampanye saja. Yang dikhawatirkan Pak Asep ini seandainya ongkos politik dikompensasikan ketika caleg tersebut terpilih,mereka pasti akan berusaha untuk mencari peluang mengembalikan modal politiknya dengan menghalalkan segala cara. Hal itu sudah termasuk tindakan kriminal,namun jika ongkos politik itu sengaja disediakan untuk mengabdikan diri kepada negara maka uang tersebut menjadi tidak berarti. Di bagian lain,Pakar Komunikasi Politik Universitaas pendidikan Indonesia UPI Bandung DR. Karim Suryadi menyatakan ongkos politik masa sekarang akan lebih mahal karena transaksi politik lebih mengarah kepada materi. Kejenuhan masyarakat juga dibayar dengan ongkos politik yang mahal.Perubahan sistem pemilihan yang menempatkan perorangan diatas partai politik sebagaimana tercermin dari perubahan nomor urut menjadi suara terbanyak,selain mengubah atau menggeser sistem Pemilu juga sangat berpengaruh terhadap cara-cara caleg dalam mendekati calon pemilih,karena menurut Doktor Karim, usaha individual jauh lebih menentukan ketimbang mengandalkan politik kepartaian,yang berarti resiko politik termasuk biaya politik harus ditanggung sang calon atau kandidat. Hanya mereka yang memiliki modal kuat lah yang berpeluang untuk meraih suara meskipun uang bukan segalanya.(Lestari Justian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar