Jumat, 16 Januari 2009

DANA SOSIALISASI DAN HONOR BELUM CAIR, KPU Jabar kebingunan

Bandung, 17 Januari 2009 pukul. 13.20 Wib

KPU Jawa Barat hingga saat ini bukan saja terkendala dengan dana sosialisasi Pemilu yang belum juga cair akan tetapi sejak 1 Januari 2009 gaji anggota KPU Jabar yang sudah bekerja dengan aktivitas tinggi belum juga dibayar pemerintah Jawa Barat . Menurut Sekretaris KPU Jabar Dedi Warmana meski gaji mereka untuk yang bulan Januari belum dibayar namun demi terselenggaranya Pemilu 2009 di tanah air pihaknya tidak terlalu mempermasalahkannya .

Meski anggota KPU Jabar tidak mempermasalahkan belum dibayarnya gajih bulan Januari 2009 namun Sekretaris KPU Jabar Dedi Warmana sangat berharap pemerintah Jawa Barat secepatnya mencairkan gaji bulan Januari ini karena sangat diperlukan anggota KPU, selain untuk kebutuhan hidup juga untuk menutup ongkos kegiatan anggota yang semakin meningkat menjelang dilaksanakannya pemilu 2009 . (Ritha Suryalaga) Edit by Budi Suwarno S.Sos

Jawa barat akan berangkatkan 685 Transmigran th.2009 ini

Bandung, 17 Januari 2009 pukul. 13.00 wib

Tahun 2009 ini Pemerintah Jawa Barat akan mengerahkan tenaga kerja melalui Program Transmigrasi hingga mencapai 685 Kepala Keluarga KK . Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Mustopa Jamaludin dari jumlah 685 KK , 200 KK akan ditempatkan pada sektor perkebunan kelapa sawit di wilayah Kalimantan Barat dan Sulawesi tengah . Penempatan tenaga kerja tersebut tersebut diharapkan Mustopa Jamaludin dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat asal jabar .
Selain menempatkan tenaga kerja ke Kalbar dan Sulteng Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat juga akan menempatkan tenaga kerja asal Jawa Barat ke Sulawesi Selatan dan Maluku masing-masing sebanyak 50 KK sedangkan ke provinsi Bengkulu , Sulawesi Barat, Sumatra Selatan , Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah akan ditempatkan tenaga kerja asal Jawa Barat masing-masing 25 kk . (Ritha Suryalaga) Edit by Budi Suwarno

Siswa SMP Assalam gelar aksi protes Zionis

Bandung, 17 Januari 2009 pukul 12.30 Wib

Aksi empati dan simpati terhadap pelanggaran kemanusiaan berat yang dilakukan Israel dalam agresi Militernya ke Jalur Gaza masih berlangsung diseluruh penjuru nusantara bahkan dunia. Tidak hanya para aktivis mahasiswa tetapi masyarakat sipilpun ikut turun ke jalan mengutuk kekejaman Israel. Salah satu bentuk protes dilakukan kurang lebih 500 siswa siswi dan civitas akademika SMP Assalam Bandung dengan melaksanakan istigotsah dan sholat ghoib serta pelemparan sepatu, mortir buatan, penusukan bayonet dan penyalaan lodong yang di bidikkan pada sebuah dart atau papan lempar panah berukuran 3X2 M terbuat dari plastic dengan focus bidikan pada foto Presiden Amerika George W Bush yang berada tepat di tengah papan sebagai sasaran utama dan Foto Perdana Menteri Israel Ehud Barak di sebelah kiri papan serta Bendera Amerika Serikat dan Israel yang ditempatkan di antara foto Presiden Amerika.
Aksi simpati tersebut di akhiri dengan penulisan rasa empati para siswa yang dituangkan pada sebuah surat untuk kemudian dikirim ke Jakarta seperti diungkapkan Ade, salah seorang Humas SMP Assalam ketika ditemui RRI Pagi tadi.

Namun dikatakan Ade, hal tersebut bukan bertujuan untuk membenci suatu bangsa meski bangsa itu sangat kejam karena tak lain hanya sekedar turut merasakan keprihatinan yang dialami masyarakat Palestina.
Sementara itu salah seorang siswa bernama Akmal, mengutarakan keprihatinannya terhadap Rakyat Palestina dan sangat mendukung kegiatan yang dilakukan sekolahnya. Akmal pun berharap agar Israel segera bertaubat dan mengakhiri pembantaiannya di Palestina. (Qiqi Yulia) Edit by Budi Suwarno

Sosialisasi Pemilu belum menyentuh seluruh warga

BANDUNG, 17 jANUARI 2009 PUKUL . 12.00 WIB



Berbagai pendapat tentang pemilu legistalif disampaikan warga kota Bandung, meskipun sosialisasi dianggap belum maksimal, umumnya mereka familiar dengan iklan kampanye di tevisi. Salah seorang mahasiswi bernama Neneng Mulyani ketika di mintai pendapatnya oleh reporter RRI Bandung , mengaku sudah mengetahui tentang pemilu . Baik pelaksanaannya maupun cara pemilihannya.
Sementara Ridwan yang berprofesi sebagai security disalah satu instansi justru belum dapat menentukan pilihan baik tentang siapa caleg maupun parpolnya . Saat ditanya tentang jumlah Parpol dalam pemilupun ia menjawab tidak tahu.
Minimnya sosialisasi oleh KPU membuat sebagian masyarakat kurang paham dengan pemilu 2009 yang tinggal 81 hari lagi. padahal masyarakat pun berharap dengan memberikan suara akan ada perubahan, meski sebagian lagi pesimistis denganhasilnya, seperti disampaikan seorang pedagang asongan bernama Komarudin . (Ritha Suryalaga) Edit by Budi Suwarno

MAHALNYA ONGKOS POLITIK

Sabtu,17 Januari 2009 pukul 06.54wib

Beberapa hari ini saya masih terus memantau iklan politik yang bertebaran terpampang di kota Bandung,yang semakin hari semakin marak bermunculan mendekati 9 April saat pelaksanaan Pemilihan Legislatif. Terbersit di benak saya kira-kira berapa besar ongkos politik untuk dapat duduk di kursi anggota dewan yang terhormat? 50 juta....100 juta.....500 juta atau mungkin milyaran rupiah ?? Kalau saja saya itung-itungan harga spanduk ukuran standar 150 ribu rupiah per spanduk,jika minimal 1 caleg memesan 50 spanduk saja sudah menghabiskan 7 setengah juta rupiah,belum lagi membuat stiker,poster,bendera maupun baligo. Untuk memesan satu baligo ukuran standar pun minimal sudah sekitar 500 ribu rupiah belum termasuk lambang parpol. Benarkah Politik itu mahal?? Jawabnya belum tentu,tergantung dari mana memandangnya. Mahal apabila dilihat dari besarnya ongkos politik yang di kuantifikasi dalam nilai uang. Praktik politik di Indonesia mahal karena ongkos politiknya tinggi justru karena komponen tidak resminya yang membengkak,diantaranya ongkos pendekatan atau negosiasi serta lain lainnya. Rahadi Zakaria misalnya,caleg DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Barat,kepada RRI sedikit diplomatis menjawab bahwa dirinya tidak seperti politikus lainnya yang membutuhkan modal besar sampai milyaran rupiah. Dirinya mengaku hanya membutuhkan sekitar 500 an juta rupiah. Rahadi bermodalkan hanya sekitar 500 juta rupiah karena banyak yang men sponsorinya baik dari Parpol maupun kader-kader Parpol. Ketika saya berbincang bincang santai dengan Prof Asep Warlan Yusuf Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung,beliau mengawali menjawab pertanyaan saya dengan tertawa renyah.......ketika disinggung seberapa besar idealnya modal atau ongkos politik untuk menjadi wakil rakyat? Mahal murahnya ongkos politik kata Prof Asep tergantung caleg itu berkampanye. Jika dengan memasang iklan yang begitu luar biasa banyaknya di berbagai media,maka dipastikan mereka mengeluarkan ongkos politik cukup besar bisa sampai Milyaran rupiah.....belum lagi dia harus berhubungan dengan konstituennya,paling tidak harus menyediakan forum-forum minimal biaya untuk konsumsi,transport lah....pasti keluar dari kocek sang caleg tersebut. Kecuali caleg yang tidak besar modalnya bisa murah modal politiknya.Jumlah tersebut menurut Prof Asep diluar biaya untuk ber nego ke Parpol,jumlah itu hanya untuk promosi dan kampanye saja. Yang dikhawatirkan Pak Asep ini seandainya ongkos politik dikompensasikan ketika caleg tersebut terpilih,mereka pasti akan berusaha untuk mencari peluang mengembalikan modal politiknya dengan menghalalkan segala cara. Hal itu sudah termasuk tindakan kriminal,namun jika ongkos politik itu sengaja disediakan untuk mengabdikan diri kepada negara maka uang tersebut menjadi tidak berarti. Di bagian lain,Pakar Komunikasi Politik Universitaas pendidikan Indonesia UPI Bandung DR. Karim Suryadi menyatakan ongkos politik masa sekarang akan lebih mahal karena transaksi politik lebih mengarah kepada materi. Kejenuhan masyarakat juga dibayar dengan ongkos politik yang mahal.Perubahan sistem pemilihan yang menempatkan perorangan diatas partai politik sebagaimana tercermin dari perubahan nomor urut menjadi suara terbanyak,selain mengubah atau menggeser sistem Pemilu juga sangat berpengaruh terhadap cara-cara caleg dalam mendekati calon pemilih,karena menurut Doktor Karim, usaha individual jauh lebih menentukan ketimbang mengandalkan politik kepartaian,yang berarti resiko politik termasuk biaya politik harus ditanggung sang calon atau kandidat. Hanya mereka yang memiliki modal kuat lah yang berpeluang untuk meraih suara meskipun uang bukan segalanya.(Lestari Justian)