Selasa, 24 Maret 2009

Jeruk Garut Yang Hampir Punah kembali di Berdayakan

Garut.RRI (rabu 25 maret 09 )
Masa kejayaan Jeruk Garut yang sempat terancam punah akan segera bersemi kembali .
Sebuah upaya pembudidayaan kembali Jeruk Garut kini tengah dilakukan Pemerintah
Kabupaten Garut. Populasi Jeruk Keprok Garut (JKG) hingga akhir 2004 lalu berjumlah 249.461 pohon di lahan seluas 699,92 hektare. Namun dari jumlah tersebut, jenis JKG hanya mencapai 113.678 pohon (33%), sementara sisanya berupa jeruk keprok siem dan jenis lainnya
mencapai 235.783 pohon (67%).Dari 140.808 tanaman jeruk yang telah menghasilkan, produksinya mencapai 6.760 ton/tahun dengan produktivitas 48,05 kg/pohon/tahun. Jeruk Garut yang sempat sangat terkenal secara nasional adalah jenis Jeruk Keprok Garut (citrus nobilis var. chrysocarpa).Berbeda dengan jeruk keprok lainnya (keprok siem, keprok konde, keprok licin, keprok Malang ), Jeruk Keprok Garut lebih disukai konsumen karena bersosok bongsor, rasanya manis menyegarkan, kulitnya pun regas, sehingga mudah dikupas. Pantas bila penghasilan pekebun di sentra-sentra produksi seperti Kecamatan Wanaraja dan Karangpawitan ikut terdongkrak. Dari hasil 2 kali panen, pekebun bisa menunaikan ibadah haji saat itu. Maka
kemudian banyak gelar-gelar bagi para juragan jeruk saat itu dengan titel ‘Haji Jeruk’.
Selain itu, JKG dapat digunakan sebagai obat panas dan obat batuk.Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Kabupaten Garut, Ir.Tatang Hidayat, pada tahun 1987, Dinas Pertanian saat itu mencatat sebanyak 1,3 juta pohon (areal seluas 2.600 hektare) dengan jumlah produksi yang dihasilkan kurang lebih 26.000 ton per tahun senilai kurang lebih Rp 13 miliar. Tetapi kemudian serangan CVPD tak dapat dicegah hingga beberapa tahun menyebabkan populasi Jeruk Garut terus merosot. Selama rentang lima tahun saja, pada 1992 populasinya menjadi 52.000 pohon dengan produksi hanya 520 ton/tahun......Sayang, pada 1964, manisnya perniagaan jeruk mulai surut karena mewabahnya serangan penyakit. Gejalanya, daun tumbuh tegak dan menguning, ukuran buah mengecil karena minim kadar air. Pada 1968, Universitas Padjadjaran mengungkap penyakit itu, citrus vein phloem degeneration (CVPD). Penyebabnya, mikroorganisme mirip bakteri. Perawatan tidak intensif menjadi salah satu pemicu. Akibatnya, populasi jeruk di Kabupaten Garut menurun. Pada 1970, areal tanam jeruk hanya tersisa ratusan hektar dengan hasil ratusan ton. Pada 1974, jeruk keprok masih ditanam tapi hanya di pekarangan. Di daerah sentra seperti Karangpawitan dan Tajur Wanaraja, serangan penyakit terus mendera hingga 1980. Sentra produksi beralih ke Garut bagian selatan seperti Cikelet dan Pameungpeuk.Keberadaan Jeruk Garut kian terancam setelah meletusnya Gunung Galunggung pada 1982. Ketika itu banyak pekebun gulung tikar disebabkan kesulitan modal untuk kembali mengebunkan jeruk. Mereka pun beralih membudidayakan sayuran yang jangka waktu pengembalian modalnya lebih singkat. Populasi jeruk di Kabupaten Garut terus anjlok. Pada 1992, yang tersisa hanya 52.000 pohon. Hasilnya, 520 ton jeruk/tahun, atau 100
kali lebih rendah dibanding produksi pada 1950. Irwan Rudiawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar